Jumat, 11 Mei 2012

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi


ILMU KESEHATAN ANAK(IKA)
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)



Disusun Oleh:
§        Dwi Wijayanti               (2010.1083)
§        Nefy Nometa                 (2010.1147)
§        Niken Damayanti                   (2010.1148)
§        Novia Wahyu                (2010.1150)
§        Nur Laila                       (2010.1154)
§        Perdana Rista               (2010.1156)
§        Tiya Arisma                  (2010.1216)


AKADEMI KEBIDANAN SITI KHODIJAH MUHAMMADIYAH
SEPANJANG – SIDOARJO
Jl. Raya rame Pilang No.04  Wonoayu Sidoarjo
2011 - 2012
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “KEGIATAN IKUTAN PASCA IMUNISASI (KIPI)”
Makalah ini berisikan tentang informasi Pengertian KEGIATAN IKUTAN PASCA IMUNISASI (KIPI) atau yang lebih khususnya membahas etiologi serta gejala klinis dari KIPI. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang KIPI.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb





      Sidoarjo, September 2011


Penyusun
KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASI (KIPI)
1. PENDAHULUAN
Masalah keamanan vaksin sebetulnya sudah sejak lama menjadi perhatian para klinis tetapi tampaknya pada masa belakangan ini menjadi lebih menonjol karena sering kali sering kali di hubungkan dengan mordibitas berbagai penyakit tertentu.
Di Indonesia tidak banyak terdengar laporan kejadian yang terhubung dengan vaksin tetapi semakin lama hal itu semakin sering ditemukan dengan semakin luasnya cakupan program imunisasi, terlebih lagi dengan adanya program Pekan Imunisasi Nasional (PIN) dengan cakupan dan publikasi yang begitu luas masalah mordibitas yang dihubungkan dengan imunisasi semakin menjadi perhatian masyarakat luas.
Karena faktor kekurangtahuan serta informasi yang tidak memadai maka mulai timbul berbagai kekhawatitran serta keengganan orang tua untuk mengikut serta kan anak nya dalam program imunisasi. kekhawatiran tersebut akhirnya tidak saja ditujukan pada efek samping vaksin yang memang merupakan bagian dari mekanisme kerja vaksin tetapi telah meluas pada semua morbiditas serta kejadian yang terjadi pada imunisasi yang sangat mungkin sebetulnya tidak terhubung dengan vaksin dan tindakan imunisasi.

2. PEMBAHASAN
2.1 Definisi KIPI
Menurut Komite Nasional Pengkajian dan Penaggulangan KIPI (KN PP KIPI), KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi. Pada keadaan tertentu lama pengamatan KIPI dapat mencapai masa 42 hari (arthritis kronik pasca vaksinasi rubella), atau bahkan 42 hari (infeksi virus campak vaccine-strain pada pasien imunodefisiensi pasca vaksinasi campak, dan polio paralitik serta infeksi virus polio vaccine-strain pada resipien non imunodefisiensi atau resipien imunodefisiensi pasca vaksinasi polio).
Pada umumnya reaksi terhadap obat dan vaksin dapat merupakan reaksi simpang (adverse events), atau kejadian lain yang bukan terjadi akibat efek langsung vaksin. Reaksi simpang vaksin antara lain dapat berupa efek farmakologi, efek samping (side-effects), interaksi obat, intoleransi, reaksi idoisinkrasi, dan reaksi alergi yang umumnya secara klinis sulit dibedakan.efek farmakologi, efek samping, serta reaksi idiosinkrasi umumnya terjadi karena potensi vaksin sendiri, sedangkan reaksi alergi merupakan kepekaan seseorang terhadap unsure vaksin dengan latar belakang genetic. Reaksi alergi dapat terjadi terhadap protein telur (vaksin campak, gondong, influenza, dan demam kuning), antibiotik, bahan preservatif (neomisin, merkuri), atau unsure lain yang terkandung dalam vaksin.
Kejadian yang bukan disebabkan efek langsung vaksin dapat terjadi karena kesalahan teknik pembuatan, pengadaan dan distribusi serta penyimpanan vaksin, kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan imunisasi, atau semata-mata kejadian yang timbul secara kebetulan. Sesuai telaah laporan KIPI oleh Vaccine Safety Committee, Institute of Medicine (IOM) USA menyatakan bahwa sebagian besar KIPI terjadi karena kebetulan saja. Kejadian yang memang akibat imunisasi tersering adalah akibat kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan pragmatic errors).

2.2 Etiologi
Tidak semua kejadian KIPI disebabkan oleh imunisasi karena sebagian besar ternyata tidak ada hubungannya dengan imunisasi. Oleh karena itu untuk menentukan KIPI diperlukan keterangan mengenai :
  1. besar frekuensi kejadian KIPI pada pemberian vaksin tertentu
  2. sifat kelainan tersebut lokal atau sistemik
  3. derajat sakit resipien
  4. apakah penyebab dapat dipastikan, diduga, atau tidak terbukti
  5. apakah dapat disimpulkan bahwa KIPI berhubungan dengan vaksin, kesalahan produksi, atau kesalahan prosedur
KN PP KIPI membagi penyebab KIPI menjadi 5 kelompok faktor etiologi menurut klasifikasi lapangan WHO Western Pacific (1999), yaitu :
1. Kesalahan program/teknik pelaksanaan (programmic errors)
Sebagian kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik pelaksanaan imunisasi yang meliputi kesalahan program penyimpanan, pengelolaan, dan tata laksana pemberian vaksin. Kesalahan tersebut dapat terjadi pada berbagai tingkatan prosedur imunisasi, misalnya:
  • Dosis antigen (terlalu banyak)
  • Lokasi dan cara menyuntik
  • Sterilisasi semprit dan jarum suntik
  • Jarum bekas pakai
  • Tindakan aseptik dan antiseptik
  • Kontaminasi vaksin dan perlatan suntik
  • Penyimpanan vaksin
  • Pemakaian sisa vaksin
  • Jenis dan jumlah pelarut vaksin
  • Tidak memperhatikan petunjuk produsen
Kecurigaan terhadap kesalahan tata laksana perlu diperhatikan apabila terdapat kecenderungan kasus KIPI berulang pada petugas yang sama.



2. Reaksi suntikan
Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik langsung maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi suntikan langsung misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat suntikan, sedangkan reaksi suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing, mual, sampai sinkope.
3.      Induksi vaksin (reaksi vaksin)
Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat diprediksi terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin dan secara klinis biasanya ringan. Walaupun demikian dapat saja terjadi gejala klinis hebat seperti reaksi anafilaksis sistemik dengan resiko kematian. Reaksi simpang ini sudah teridentifikasi dengan baik dan tercantum dalam petunjuk pemakaian tertulis oleh produsen sebagai indikasi kontra, indikasi khusus, perhatian khusus, atauberbagai tindakan dan perhatian spesifik lainnya termasuk kemungkinan interaksi obat atau vaksin lain. Petunjuk ini harus diperhatikan dan ditanggapi dengan baik oleh pelaksana imunisasi.
4.      Faktor kebetulan (koinsiden)
Seperti telah disebutkan di atas maka kejadian yang timbul ini terjadi secara kebetulan saja setelah diimunisasi. Indicator faktor kebetulan ini ditandai dengan ditemukannya kejadian yang sama disaat bersamaan pada kelompok populasi setempat dengan karakterisitik serupa tetapi tidak mendapatkan imunisasi.
5.      Penyebab tidak diketahui
Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan kedalam salah satu penyebab maka untuk sementara dimasukkan kedalam kelompok ini sambil menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya denagn kelengkapan informasi tersebut akan dapat ditentukan kelompok penyebab KIPI.

2.3 Gejala Klinis KIPI
Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat dan dapat dibagi menjadi gejala lokal, sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi lainnya. Pada umumnya makin cepat KIPI terjadi makin cepat gejalanya.
Reaksi KIPI
Gejala KIPI
Lokal
Abses pada tempat suntikan
Limfadenitis
Reaksi lokal lain yang berat, misalnya selulitis, BCG-it is
SSP
Kelumpuhan akut
Ensefalopati
Ensefalitis
Meningitis
Kejang
Lain-lain
Reaksi alergi: urtikaria, dermatitis, edema
Reaksi anafilaksis
Syok anafilaksis
Artralgia
Demam tinggi >38,5°C
Episode hipotensif-hiporesponsif
Osteomielitis
Menangis menjerit yang terus menerus
Sindrom syok septic

Mengingat tidak ada satupun jenis vaksin yang aman tanpa efek samping, maka apabila seorang anak telah mendapatkan imunisasi perlu diobsevasi beberapa saat, sehingga dipastikan tidak terjadi KIPI (reaksi cepat). Berapa lama observasi sebenarnya sulit ditentukan, tetapi pada umumnya setelah pemberian setiap jenis imunisasi harus dilakukan observasi selama 15 menit untuk menghindarkan kerancuan maka gejala klinis yang dianggap sebagai KIPI dibatasi dalam jangka waktu tertentu timbulnya gejala klinis

Jenis Vaksin
Gejala Klinis KIPI
Saat timbul KIPI
Toksoid Tetanus
(DPT, DT, TT)
Syok anafilaksis
Neuritis brakhial
Komplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian
4 jam
2-18 hari
tidak tercatat
Pertusis whole cell (DPwT)
Syok anafilaksis
Ensefalopati
Komplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian
4 jam
72 jam
tidak tercatat
Campak
Syok anafilaksis
Ensefalopati
Komplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian
4 jam
5-15 hari
tidak tercatat
Trombositopenia
Klinis campak pada resipien imunokompromais
Komplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian
7-30 hari
6 bulan
tidak tercatat
Polio hidup (OPV)
Polio paralysis
Polio paralisis pada resipien imunokompromais
Komplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian
30 hari
6 bulan
Hepatitis B
Syok anafilaksis
Komplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian
4 jam
tidak tercatat
BCG
BCG-it is
4-6 minggu
  • Angka Kejadian KIPI
KIPI yang paling serius terjadi pada anak adalah reaksi anafilaksis. Angka kejadian reaksi anafilaktoid diperkirakan 2 dalam 100.000 dosis DPT, tetapi yang benar-benar reaksi anafilaksis hanya 1-3 kasus diantara 1 juta dosis. Anak yang lebih besar dan orang dewasa lebih banyak mengalami sinkope, segera atau lambat. Episode hipotonik/hiporesponsif juga tidak jarang terjadi, secara umum dapat terjadi 4-24 jam setelah imunisasi.
  • Contoh Kasus KIPI dan Cara Penangananya
a).  Setelah pemberian vaksinasi hepatitis B dapat timbul demam yang tidak tinggi, pada tempat penyuntikan timbul kemerahan, pembengkakan, nyeri, rasa mual dan nyeri sendi atau pun otot. Yang harus dilakukan oleh orang tua atau pengasuh nya Untuk memberikan minum lebih banyak (ASI atau air buah), jika demam pakailah pakaian yang tipis, bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin, jika demam berikan parasetamol, Boleh mandi atau cukup di seka dengan air hangat.
b).  Setelah pemberian vaksin BCG akan menjadi bisul selama kurang lebih 2mgg itu hal yang normal.Karena merupakan reaksi vaksin BCG nya.Bisul kecil (papula) dapat membesar dan terjadi koreng selama 2-4 bln, bila ulkus mengeluarkan cairan orang tua dapat mengompres dengan cairan antiseptik.dan bila cairan bertambah banyak dan koreng menjadi membesar orang tua harus membawa ke tenaga kesehatan.
c). Setelah pemberian vaksin DPT reaksi yang dapat terjadi segera setelah vaksinasi DPT antara lain demam tinggi, rewel, di tempat suntikan timbul kemerahan, nyeri dan pembengkakan yang akan hilang dalam 2 hari. Yang harus dilakukan oleh orang tua atau pengasuhnya Kepada orang tua dianjurkan unuk memberikan minum lebih banyak (ASI atau air buah) untuk memberikan minumlebih banyak (ASI atau air buah)jika demam pakailah pakaian yang tipis, bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin,jika demamberikan parasetamol, Boleh mandi atau cukup di seka dengan air hangat.
d). Setelah vaksin campak reaksi yang akan terjadi rasa tidak nyaman di bekas penyuntikan vaksin, selain itu dapat terjadi gejala-gejala lain yang timbul 5-12 hari setelah penyuntikan selama kurang dari 48 jam yaitu demam tidak tinggi,erupsi kulit kemerahan halus /tipis yang tidak menular, pilek. Yang harus dilakukan oleh orang tua atau pengasuhnya : Untuk memberikan minum lebih banyak (ASI atau air buah )jika demam pakailah pakaian yang tipis, bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin, jika demam berikan parasetamol, boleh mandi atau cukup di seka dengan air hangat.

2.4 Imunisasi Pada Kelompok Resiko
Untuk mengurangi resiko timbulnya KIPI maka harus diperhatikan apakah resipien termasuk dalam kelompok resiko. Yang dimaksud dengan kelompok resiko adalah:
  1. Anak yang mendapat reaksi simpang pada imunisasi terdahulu
Hal ini harus segera dilaporkan kepada Pokja KIPI setempat dan KN PP KIPI dengan mempergunakan formulir pelaporan yang telah tersedia untuk penanganan segera.
2. Bayi berat lahir rendah
Pada dasarnya jadwal imunisasi bayi kurang bulan sama dengan bayi cukup bulan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada bayi kurang bulan adalah:
a). Titer imunitas pasif melalui transmisi maternal lebih rendah dar pada bayi cukup bulan
 b). Apabila berat badan bayi sangat kecil (<1000 gram) imunisasi ditunda dan diberikan setelah bayi mencapai berat 2000 gram atau berumur 2 bulan; imunisasi hepatitis B diberikan pada umur 2 bulan atau lebih kecuali bila ibu mengandung HbsAg
c). Apabila bayi masih dirawat setelah umur 2 bulan, maka vaksin polio yang diberikan adalah suntikan IPV bila vaksin tersedia, sehingga tidak menyebabkan penyebaaran virus polio melaui tin
3. Pasien imunokompromais
Keadaan imunokompromais dapat terjadi sebagai akibat penyakit dasar atau sebagai akibat pengobatan imunosupresan (kemoterapi, kortikosteroid jangka panjang). Jenis vaksin hidup merupakan indikasi kontra untuk pasien imunokompromais dapat diberikan IVP bila vaksin tersedia. Imunisasi tetap diberikan pada pengobatan kortikosteroid dosis kecil dan pemberian dalam waktu pendek. Tetapi imunisasi harus ditunda pada anak dengan pengobatan kortikosteroid sistemik dosis 2 mg/kg berat badan/hari atau prednison 20 mg/ kg berat badan/hari selama 14 hari. Imunisasi dapat diberikan setelah 1 bulan pengobatan kortikosteroid dihentikan atau 3 bulan setelah pemberian kemoterapi selesai.
  1. Pada resipien yang mendapatkan human immunoglobulin
Imunisasi virus hidup diberikan setelah 3 bulan pengobatan utnuk menghindarkan hambatan pembentukan respons imun.









PENUTUP
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dusi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan – kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.











DAFTAR PUSTAKA
·        Menteri kesehatan & kesejahteraan RI. Permenkes no. 585 / Menkes / per / IX / 1989 / Persetujun Tindakan Medik. Jakarta : Depkes & Kesos RI 1990.
·        www.google.com
·        www.wikipediaindonesia.com



0 komentar:

Posting Komentar