ILMU
KESEHATAN ANAK(IKA)
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)

Disusun Oleh:
§
Dwi
Wijayanti (2010.1083)
§
Nefy
Nometa (2010.1147)
§
Niken
Damayanti (2010.1148)
§
Novia
Wahyu (2010.1150)
§
Nur
Laila (2010.1154)
§
Perdana
Rista (2010.1156)
§
Tiya
Arisma (2010.1216)
AKADEMI
KEBIDANAN SITI KHODIJAH MUHAMMADIYAH
SEPANJANG – SIDOARJO
Jl. Raya rame Pilang No.04 Wonoayu Sidoarjo
2011 - 2012
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr.Wb.
Puji syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami
sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada
waktunya yang berjudul “KEGIATAN IKUTAN PASCA IMUNISASI (KIPI)”
Makalah ini berisikan
tentang informasi Pengertian KEGIATAN IKUTAN PASCA IMUNISASI (KIPI) atau yang
lebih khususnya membahas etiologi serta gejala klinis dari KIPI. Diharapkan
Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang KIPI.
Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan
terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan
makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala
usaha kita. Amin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Sidoarjo, September 2011
Penyusun
KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASI (KIPI)
1.
PENDAHULUAN
Masalah keamanan vaksin sebetulnya sudah sejak lama menjadi perhatian
para klinis tetapi tampaknya pada masa belakangan ini menjadi lebih menonjol
karena sering kali sering kali di hubungkan dengan mordibitas berbagai penyakit
tertentu.
Di Indonesia tidak banyak terdengar laporan kejadian yang terhubung dengan vaksin tetapi semakin lama hal itu semakin sering ditemukan dengan semakin luasnya cakupan program imunisasi, terlebih lagi dengan adanya program Pekan Imunisasi Nasional (PIN) dengan cakupan dan publikasi yang begitu luas masalah mordibitas yang dihubungkan dengan imunisasi semakin menjadi perhatian masyarakat luas.
Di Indonesia tidak banyak terdengar laporan kejadian yang terhubung dengan vaksin tetapi semakin lama hal itu semakin sering ditemukan dengan semakin luasnya cakupan program imunisasi, terlebih lagi dengan adanya program Pekan Imunisasi Nasional (PIN) dengan cakupan dan publikasi yang begitu luas masalah mordibitas yang dihubungkan dengan imunisasi semakin menjadi perhatian masyarakat luas.
Karena faktor kekurangtahuan serta informasi yang tidak memadai maka
mulai timbul berbagai kekhawatitran serta keengganan orang tua untuk mengikut
serta kan anak nya dalam program
imunisasi. kekhawatiran tersebut akhirnya tidak saja ditujukan pada efek
samping vaksin yang memang merupakan bagian dari mekanisme kerja vaksin tetapi
telah meluas pada semua morbiditas serta kejadian yang terjadi pada imunisasi
yang sangat mungkin sebetulnya tidak terhubung dengan vaksin dan tindakan
imunisasi.
2. PEMBAHASAN
2.1 Definisi KIPI
Menurut Komite Nasional Pengkajian dan Penaggulangan KIPI (KN PP KIPI),
KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan
setelah imunisasi. Pada keadaan tertentu lama pengamatan KIPI dapat mencapai
masa 42 hari (arthritis kronik pasca vaksinasi rubella), atau bahkan 42 hari
(infeksi virus campak vaccine-strain pada pasien imunodefisiensi pasca
vaksinasi campak, dan polio paralitik serta infeksi virus polio vaccine-strain
pada resipien non imunodefisiensi atau resipien imunodefisiensi pasca vaksinasi
polio).
Pada umumnya reaksi terhadap obat dan vaksin dapat merupakan reaksi
simpang (adverse events), atau kejadian lain yang bukan terjadi akibat
efek langsung vaksin. Reaksi simpang vaksin antara lain dapat berupa efek
farmakologi, efek samping (side-effects), interaksi obat, intoleransi,
reaksi idoisinkrasi, dan reaksi alergi yang umumnya secara klinis sulit
dibedakan.efek farmakologi, efek samping, serta reaksi idiosinkrasi umumnya
terjadi karena potensi vaksin sendiri, sedangkan reaksi alergi merupakan
kepekaan seseorang terhadap unsure vaksin dengan latar belakang genetic. Reaksi
alergi dapat terjadi terhadap protein telur (vaksin campak, gondong, influenza,
dan demam kuning), antibiotik, bahan preservatif (neomisin, merkuri), atau
unsure lain yang terkandung dalam vaksin.
Kejadian yang bukan disebabkan efek langsung vaksin dapat terjadi karena
kesalahan teknik pembuatan, pengadaan dan distribusi serta penyimpanan vaksin,
kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan imunisasi, atau semata-mata kejadian
yang timbul secara kebetulan. Sesuai telaah laporan KIPI oleh Vaccine Safety
Committee, Institute of
Medicine (IOM) USA
menyatakan bahwa sebagian besar KIPI terjadi karena kebetulan saja. Kejadian
yang memang akibat imunisasi tersering adalah akibat kesalahan prosedur dan
teknik pelaksanaan pragmatic errors).
2.2 Etiologi
Tidak semua kejadian KIPI disebabkan oleh imunisasi karena sebagian besar
ternyata tidak ada hubungannya dengan imunisasi. Oleh karena itu untuk
menentukan KIPI diperlukan keterangan mengenai :
- besar frekuensi kejadian KIPI pada pemberian vaksin tertentu
- sifat kelainan tersebut lokal atau sistemik
- derajat sakit resipien
- apakah penyebab dapat dipastikan, diduga, atau tidak terbukti
- apakah dapat disimpulkan bahwa KIPI berhubungan dengan vaksin, kesalahan produksi, atau kesalahan prosedur
KN PP KIPI membagi penyebab KIPI menjadi 5 kelompok faktor
etiologi menurut klasifikasi lapangan WHO Western Pacific (1999),
yaitu :
1. Kesalahan program/teknik pelaksanaan (programmic errors)
Sebagian kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik
pelaksanaan imunisasi yang meliputi kesalahan program penyimpanan, pengelolaan,
dan tata laksana pemberian vaksin. Kesalahan tersebut dapat terjadi pada
berbagai tingkatan prosedur imunisasi, misalnya:
- Dosis antigen (terlalu banyak)
- Lokasi dan cara menyuntik
- Sterilisasi semprit dan jarum suntik
- Jarum bekas pakai
- Tindakan aseptik dan antiseptik
- Kontaminasi vaksin dan perlatan suntik
- Penyimpanan vaksin
- Pemakaian sisa vaksin
- Jenis dan jumlah pelarut vaksin
- Tidak memperhatikan petunjuk produsen
Kecurigaan terhadap kesalahan tata laksana
perlu diperhatikan apabila terdapat kecenderungan kasus KIPI berulang pada
petugas yang sama.
2. Reaksi suntikan
Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik
langsung maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi
suntikan langsung misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat
suntikan, sedangkan reaksi suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing,
mual, sampai sinkope.
3. Induksi vaksin (reaksi vaksin)
Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat diprediksi
terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin dan secara klinis
biasanya ringan. Walaupun demikian dapat saja terjadi gejala klinis hebat
seperti reaksi anafilaksis sistemik dengan resiko kematian. Reaksi simpang ini
sudah teridentifikasi dengan baik dan tercantum dalam petunjuk pemakaian
tertulis oleh produsen sebagai indikasi kontra, indikasi khusus, perhatian
khusus, atauberbagai tindakan dan perhatian spesifik lainnya termasuk
kemungkinan interaksi obat atau vaksin lain. Petunjuk ini harus diperhatikan
dan ditanggapi dengan baik oleh pelaksana imunisasi.
4. Faktor kebetulan (koinsiden)
Seperti telah disebutkan di atas maka kejadian yang timbul ini terjadi
secara kebetulan saja setelah diimunisasi. Indicator faktor kebetulan ini
ditandai dengan ditemukannya kejadian yang sama disaat bersamaan pada kelompok
populasi setempat dengan karakterisitik serupa tetapi tidak mendapatkan
imunisasi.
5. Penyebab tidak diketahui
Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat
dikelompokkan kedalam salah satu penyebab maka untuk sementara dimasukkan
kedalam kelompok ini sambil menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya denagn
kelengkapan informasi tersebut akan dapat ditentukan kelompok penyebab KIPI.
2.3
Gejala Klinis KIPI
Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat dan dapat
dibagi menjadi gejala lokal, sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi
lainnya. Pada umumnya makin cepat KIPI terjadi makin cepat gejalanya.
Reaksi KIPI
|
Gejala KIPI
|
Lokal
|
Abses pada
tempat suntikan
Limfadenitis
Reaksi
lokal lain yang berat, misalnya selulitis, BCG-it is
|
SSP
|
Kelumpuhan
akut
Ensefalopati
Ensefalitis
Meningitis
Kejang
|
Lain-lain
|
Reaksi
alergi: urtikaria, dermatitis, edema
Reaksi
anafilaksis
Syok
anafilaksis
Artralgia
Demam
tinggi >38,5°C
Episode
hipotensif-hiporesponsif
Osteomielitis
Menangis menjerit
yang terus menerus
Sindrom
syok septic
|
Mengingat tidak ada satupun jenis vaksin yang aman tanpa efek samping,
maka apabila seorang anak telah mendapatkan imunisasi perlu diobsevasi beberapa
saat, sehingga dipastikan tidak terjadi KIPI (reaksi cepat). Berapa lama
observasi sebenarnya sulit ditentukan, tetapi pada umumnya setelah pemberian
setiap jenis imunisasi harus dilakukan observasi selama 15 menit untuk
menghindarkan kerancuan maka gejala klinis yang dianggap sebagai KIPI dibatasi
dalam jangka waktu tertentu timbulnya gejala klinis
Jenis Vaksin
|
Gejala Klinis KIPI
|
Saat timbul KIPI
|
Toksoid Tetanus
(DPT, DT,
TT)
|
Syok
anafilaksis
Neuritis
brakhial
Komplikasi
akut termasuk kecacatan dan kematian
|
4 jam
2-18 hari
tidak
tercatat
|
Pertusis whole
cell (DPwT)
|
Syok
anafilaksis
Ensefalopati
Komplikasi
akut termasuk kecacatan dan kematian
|
4 jam
72 jam
tidak
tercatat
|
Campak
|
Syok
anafilaksis
Ensefalopati
Komplikasi
akut termasuk kecacatan dan kematian
|
4 jam
5-15 hari
tidak
tercatat
|
Trombositopenia
Klinis
campak pada resipien imunokompromais
Komplikasi
akut termasuk kecacatan dan kematian
|
7-30 hari
6 bulan
tidak
tercatat
|
|
Polio hidup
(OPV)
|
Polio paralysis
Polio
paralisis pada resipien imunokompromais
Komplikasi
akut termasuk kecacatan dan kematian
|
30 hari
6 bulan
|
Hepatitis B
|
Syok
anafilaksis
Komplikasi
akut termasuk kecacatan dan kematian
|
4 jam
tidak
tercatat
|
BCG
|
BCG-it is
|
4-6 minggu
|
- Angka Kejadian KIPI
KIPI yang paling serius terjadi pada anak adalah reaksi anafilaksis.
Angka kejadian reaksi anafilaktoid diperkirakan 2 dalam 100.000 dosis DPT, tetapi
yang benar-benar reaksi anafilaksis hanya 1-3 kasus diantara 1 juta dosis. Anak
yang lebih besar dan orang dewasa lebih banyak mengalami sinkope, segera atau
lambat. Episode hipotonik/hiporesponsif juga tidak jarang terjadi, secara umum
dapat terjadi 4-24 jam setelah imunisasi.
- Contoh Kasus KIPI dan Cara Penangananya
a). Setelah
pemberian vaksinasi hepatitis B dapat timbul demam yang tidak tinggi, pada
tempat penyuntikan timbul kemerahan, pembengkakan, nyeri, rasa mual dan nyeri
sendi atau pun otot. Yang harus dilakukan oleh orang tua atau pengasuh
nya Untuk memberikan minum lebih banyak (ASI atau air buah), jika demam
pakailah pakaian yang tipis, bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air
dingin, jika demam berikan parasetamol, Boleh mandi atau cukup di seka dengan
air hangat.
b). Setelah pemberian vaksin BCG akan menjadi
bisul selama kurang lebih 2mgg itu hal yang normal.Karena merupakan reaksi
vaksin BCG nya.Bisul kecil (papula) dapat membesar dan terjadi koreng selama
2-4 bln, bila ulkus mengeluarkan cairan orang tua dapat mengompres dengan
cairan antiseptik.dan bila cairan bertambah banyak dan koreng menjadi membesar
orang tua harus membawa ke tenaga kesehatan.
c). Setelah pemberian vaksin DPT
reaksi yang dapat terjadi segera setelah vaksinasi DPT antara lain demam
tinggi, rewel, di tempat suntikan timbul kemerahan, nyeri dan pembengkakan yang
akan hilang dalam 2 hari. Yang harus dilakukan oleh orang tua atau pengasuhnya Kepada orang tua dianjurkan
unuk memberikan minum lebih banyak (ASI atau air buah) untuk memberikan
minumlebih banyak (ASI atau air buah)jika demam pakailah pakaian yang tipis, bekas
suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin,jika demamberikan parasetamol, Boleh
mandi atau cukup di seka dengan air hangat.
d). Setelah vaksin campak reaksi
yang akan terjadi rasa tidak nyaman di bekas penyuntikan vaksin, selain itu
dapat terjadi gejala-gejala lain yang timbul 5-12 hari setelah penyuntikan
selama kurang dari 48 jam yaitu demam tidak tinggi,erupsi kulit kemerahan halus
/tipis yang tidak menular, pilek. Yang harus dilakukan oleh orang tua
atau pengasuhnya : Untuk memberikan minum lebih
banyak (ASI atau air buah )jika demam pakailah pakaian yang tipis, bekas
suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin, jika demam berikan parasetamol,
boleh mandi atau cukup di seka dengan air hangat.
2.4 Imunisasi
Pada Kelompok Resiko
Untuk mengurangi resiko timbulnya KIPI maka harus diperhatikan apakah
resipien termasuk dalam kelompok resiko. Yang dimaksud dengan kelompok
resiko adalah:
- Anak yang mendapat reaksi simpang pada imunisasi terdahulu
Hal ini harus segera dilaporkan kepada Pokja KIPI setempat dan KN PP KIPI
dengan mempergunakan formulir pelaporan yang telah tersedia untuk penanganan
segera.
2. Bayi berat lahir rendah
Pada dasarnya jadwal imunisasi bayi kurang bulan sama dengan bayi cukup
bulan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada bayi kurang bulan adalah:
a). Titer imunitas pasif melalui transmisi maternal lebih rendah dar pada
bayi cukup bulan
b). Apabila berat badan bayi
sangat kecil (<1000 gram) imunisasi ditunda dan diberikan setelah bayi
mencapai berat 2000 gram atau berumur 2 bulan; imunisasi hepatitis B diberikan
pada umur 2 bulan atau lebih kecuali bila ibu mengandung HbsAg
c). Apabila bayi masih dirawat setelah umur 2 bulan, maka vaksin polio
yang diberikan adalah suntikan IPV bila vaksin tersedia, sehingga tidak
menyebabkan penyebaaran virus polio melaui tin
3. Pasien imunokompromais
Keadaan imunokompromais dapat terjadi sebagai akibat penyakit dasar atau
sebagai akibat pengobatan imunosupresan (kemoterapi, kortikosteroid jangka
panjang). Jenis vaksin hidup merupakan indikasi kontra untuk pasien
imunokompromais dapat diberikan IVP bila vaksin tersedia. Imunisasi tetap
diberikan pada pengobatan kortikosteroid dosis kecil dan pemberian dalam waktu
pendek. Tetapi imunisasi harus ditunda pada anak dengan pengobatan
kortikosteroid sistemik dosis 2 mg/kg berat badan/hari atau prednison 20 mg/ kg
berat badan/hari selama 14 hari. Imunisasi dapat diberikan setelah 1 bulan
pengobatan kortikosteroid dihentikan atau 3 bulan setelah pemberian kemoterapi
selesai.
- Pada resipien yang mendapatkan human immunoglobulin
Imunisasi virus hidup diberikan setelah 3 bulan pengobatan utnuk
menghindarkan hambatan pembentukan respons imun.
PENUTUP
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang
menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dusi
memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya
makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan – kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga
para pembaca yang budiman pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
·
Menteri kesehatan &
kesejahteraan RI. Permenkes no. 585 / Menkes / per / IX / 1989 / Persetujun
Tindakan Medik. Jakarta
: Depkes & Kesos RI 1990.
0 komentar:
Posting Komentar