Jumat, 11 Mei 2012

Fimosis, Hipospadia, Hernia diafragmatik


ASKEB
NEONATUS & BAYI
 (FIMOSIS, HIPOSPADIA, Hernia Diafragmatik)


Disusun Oleh:

·        Fatmawati Dwi P     (2010.)
·        Fetty                  (2010.)
·        Roro Meighanita     (2010.)
·        Tiya Arisma          (2010.1216)


AKADEMI KEBIDANAN SITI KHODIJAH MUHAMMADIYAH
SEPANJANG – SIDOARJO
Jl. Raya rame Pilang No.04  Wonoayu Sidoarjo
2011 – 2012
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “ASKEB NEONATUS & BALITA
Makalah ini berisikan tentang informasi penyakit pada neonatus atau yang lebih khususnya membahas fimosis, hipospadia & hernia diafragmatik pada neonatus. Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang penyakit pada neonatus & balita.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb





      Sidoarjo, Januari 2012


Penyusun

FIMOSIS

Pada akhir tahun pertama kehidupan, retraksi kulit preputium ke belakang sulkus. Glandularis hanya dapat dilakukan pada sekitar 50% anak laki-laki, hal ini meningkat menjadi 89% pada saat usia tiga tahun. Insidens fimosis adalah sebesar 8% pada usia 6 sampai 7 tahun dan 1% pada laki-laki usia 16 sampai 18 tahun. Pada pria yang lebih tua, fimosis bisa terjadi akibat iritasi menzhun. Fimosis bisa mempengaruhi proses berkemih dan aktivitas seksual. Biasanya keadaan ini diatasi dengan melakukan penyunatan (sirkumsisi).
Suatu penelitian lain juga mendapatkan bahwa hanya 4% bayi yang seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang penis pada saat lahir, namun mencapai 90% pada saat usia 3 tahun dan hanya 1% laki-laki berusia 17 tahun yang masih mengalami fimosis kongenital. Walaupun demikian, penelitian lain mendapatkan hanya 20% dari 200 anak laki-laki berusia 5-13 tahun yang seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang penis.

PENGERTIAN
Fimosis, baik merupakan bawaan sejak lahir (kongenital) maupun didapat, merupakan kondisi dimana kulit yang melingkupi kepala penis (glans penis) tidak bisa ditarik ke belakang untuk membuka seluruh bagian kepala penis. Kulit yang melingkupi kepala penis tersebut juga dikenal dengan istilah kulup, prepuce, preputium, atau foreskin. Preputium terdiri dari dua lapis, bagian dalam dan luar, sehingga dapat ditarik ke depan dan belakang pada batang penis. Pada fimosis, lapis bagian dalam preputium melekat pada glans penis. Kadangkala perlekatan cukup luas sehingga hanya bagian lubang untuk berkemih (meatus urethra externus) yang terbuka.

Fimosis adalah penyempitan pada prepusium. Kelainan ini juga menyebabkan bayi/anak sukar berkemih. Kadang-kadang begitu sukar sehingga kulit prepusium menggelembung seperti balon. Bayi/anak sering menangis keras sebelum urine keluar.


Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true phimosis) timbul kemudian setelah lahir. Hal ini berkaitan dengan kebersihan (higiene) alat kelamin yang buruk, peradangan kronik glans penis dan kulit preputium (balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan kulit preputium (forceful retraction) pada fimosis kongenital yang akan menyebabkan pembentukkan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputium yang membuka.

C:\Users\Fatmawati\Downloads\askeb neo\Neonatus\fimosis.jpg 
Gambar fimosis

  ETIOLOGI
Fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir terjadi karena ruang di antara kutup dan penis tidak berkembang dengan baik. Kondisi ini menyebabkan kulup menjadi melekat pada kepala penis sehingga sulit ditarik ke arah pangkal. Penyebabnya bisa dari bawaan dari lahir, atau didapat, misalnya karena infeksi atau bentura

PATOFISIOLOGI
Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat adesi alamiah antara prepusium dengan glans penis. Hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan berkembang dan debris yang dihasilkan oleh epitel prepusium (smegma) mengumpul di dalam prepusium dan perlahan-lahan memisahkan prepusium dari glans penis. Pemisahan secara kehamilan 7 minggu. Selama proses pemisahan, prepusium harus diretraksi agar menjaga hygiene sehari-hari.smegma dihasilkan dari personal hygiene yang buruk yang dapat memberikan perkembangan inflamasi dan infeksi serta telah mengimplikasikan penyebab kanker penis.

DIAGNOSIS
Jika prepusium tidak dapat atau hanya sebagian yang dapat diretraksi, atau menjadi cincin konstriksi saat ditarik ke belakang melewati glans penis, harus diduga adanya disproporsi antara lebar kulit preputium dan diameter glans penis. Selain konstriksi kulit preputium, mungkin juga terdapat perlengketan antara permukaan dalam preputium dengan epitel glandular dan atau frenulum breve. Frenulum breve dapat menimbulkan deviasi glans ke ventral saat kulit preputium diretraksi.

TANDA DAN GEJALA

1.      Kulit penis anak tidak bisa ditarik ke arah pangkal ketika akan dibersihkan.
2.      Anak mengejan saat buang air kecil karena muara saluran kencing diujung tertutup.
3.      Air seni yang tidak lancar, kadang-kadang menetes dan memancar dengan arah yang tidak dapat diduga.
4.      Kalau sampai timbul infeksi, maka si anak akan mengangis setiap buang air kecil  dan dapat pula disertai demam.
5.      Kadang-kadang keluhan dapat berupa ujung kemaluan menggembung saat mulai miksi yang kemudian menghilang setelah berkemih. Hal tersebut disebabkan urin yang keluar terlebih dahulu tertahan dalam ruangan yang dibatasi oleh kulit pada ujung penis sebelum keluar melalui muaranya yang sempit.
6.      Iritasi pada penis






PATWAY :
MANIFESTASI KLINIS
1.      Fimosis menyebabkan gangguan aliran urin berupa sulit BAK, pancaran urin mengcil dan deras menggelumbungnya ujung prepusium penis pada saat miksi dan pada akhirnya dapat menimbulkan retensi uruin.
2.       Hygiene local yang kurang bersih menyebabkan terjadinya infeksi pada prepusium ( postitis ), infeksi pada galns penis ( balanitis ) atau infeksi pada glans penis dan prepusium penis.
3.       Kadang ada benjolan lunak di ujung penis karena adanya korpus smegma ( timbunan smegma di dalam saku prepusium penis ).

KOMPLIKASI
  1. Retensi urin
  2. Karsinoma penis  
  3. Perdarahan
  4. Stenosis ineatus
  5. Fimosis persisten
  6.  Robekan pada prepusium
PENATALAKSANAN
1. Penatalaksanaan medis
  1. Fimosis disertai balanitis xerotica obliterans dapat diberikan salep dexamethasone 0,1%  yang dioleskan 3-4 kali sehari dan diharapkan setelah 6 minggu pemberian prepusium dapat diretraksi spontan.
  2. Dengan tindakan sirkumsisi, apabila fimosis sampai menimbulkan gangguan miksi pada klien. Dengan bertambahnya usia, fimosis akan hilang dengan sendirinya.
C:\Users\Fatmawati\Downloads\askeb neo\DSC00652.JPG     C:\Users\Fatmawati\Downloads\askeb neo\wwwsitiosaludcom.jpg


2. Prinsip terapi dan manajemen keperawatan
a. Perawatan rutin pra bedah.
1.      Menjaga kebersihan bagian alat kelamin untuk mencegah adanya kuman atau bakteri dengan air hangat dan sabn mandi.
2.       Penis harus dibersihkan secara seksama dan bayi tidak boleh ditinggalkan sendiri berbaring seperti popok yang basah dalam waktu yang lama.
  1. Perawatan pasca bedah
    1. Setelah dilakukan pembedahan, akan menimbulkan komplikasi salah satunya perdarahan. Untuk mengatasinya, dengan mengganti balutan apabila basah dan dibersihkan dengan kain/lap yang berguna untuk mendorong terjadinya penyembuhan.
    2. Mengganti popok apabila basah terkena air kencing.
    3.  Mengajarkan orang tua tentang personal hygiene yang baik bagi anak.
    4. Membersihkan daerah luka setiap hari dengan sabun dan air serta menerpkan prinsip protektif.








HIPOSPADIA

PENGERTIAN
Hipospadia sendiri berasal dari dua kata yaitu “hypo” yang berarti “di bawah” dan “spadon“ yang berarti keratan yang panjang.
Hipospadia adalah suatu keadaan dimana lubang uretra terdapat di penis bagian bawah, bukan di ujung penis. Hipospadia merupakan kelainan kelamin bawaan sejak lahir.
Hipospadia merupakan kelainan bawaan yang terjadi pada 3 diantara 1.000 bayi baru lahir. Beratnya hipospadia bervariasi, kebanyakan lubang uretra terletak di dekat ujung penis, yaitu pada glans penis.
Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika lubang uretra terdapat di tengah batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada skrotum (kantung zakar) atau di bawah skrotum. Kelainan ini seringkali berhubungan dengan kordi, yaitu suatu jaringan fibrosa yang kencang, yang menyebabkan penis melengkung ke bawah pada saat ereksi.

ETIOLOGI
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa factor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :

1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormone
Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Atau biasa juga karena reseptor hormone androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormone androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.

2. Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.

3. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.

Hypospadia terjadi karena tidak lengkapnya perkembangan uretra dalam utero. Terjadi karena adanya hambatan penutupan uretra penis pada kehamilan minggu ke 10 sampai minggu ke 14. Gangguan ini terjadi apabila uretra jatuh menyatu ke midline dan meatus terbuka pada permukaan ventral dari penis. Propusium bagian ventral kecil dan tampak seperti kap atau menutup.

PATOFISIOLOGI
  • Hipospadia terjadi karena tidak lengkapnya perkembngan uretra dalam utero.
  • Hipospadia dimana lubang uretra terletak pada perbatasan penis dan skrotum.
  • Hipospadia adalah lubang uretra bermuara pada lubang frenum, sedang lubang frenumnya tidak terbentuk, tempat normalnya meatus urinarius ditandai pada glans penis sebagai celah buntu.
GEJALA HIPOSPADIA
  1. Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di bawah penis
  2. Penis melengkung ke bawah
  3. Penis tampak seperti berkerudung karena kelainan pada kulit depan penis
  4. Jika berkemih, anak harus duduk.

Gambar Hipospadia

DIAGNOSIS
Diagnosis hipospadia biasanya jelas pada pemeriksaan inspeksi. Kadang-kadang hipospadia dapat didiagnosis pada pemeriksaan ultrasound prenatal. Jika tidak teridentifikasi sebelum kelahiran, maka biasanya dapat teridentifikasi pada pemeriksaan setelah bayi lahir. Chordee dapat menyebabkan batang penis melengkung ke ventral yang dapat mengganggu hubungan seksual. Hipospadia tipe perineal dan penoscrotal menyebabkan penderita harus miksi dalam posisi duduk, dan hipospadia jenis ini dapat menyebabkan infertilitas. Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu urethtroscopy dan cystoscopy untuk memastikan organ-organ seks internal terbentuk secara normal. Excretory urography dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya abnormalitas kongenital pada ginjal dan ureter.


Diagnosis bias juga ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik. Jika hipospadia terdapat di pangkal penis, mungkin perlu dilakukan pemeriksaan radiologis untuk memeriksa kelainan bawaan lainnya.Bayi yang menderita hipospadia sebaiknya tidak disunat. Kulit depan penis dibiarkan untuk digunakan pada pembedahan. Rangkaian pembedahan biasanya telah selesai dilakukan sebelum anak mulai sekolah. Pada saat ini, perbaikan hipospadia dianjurkan dilakukan sebelum anak berumur 18 bulan. Jika tidak diobati, mungkin akan terjadi kesulitan dalam pelatihan buang air pada anak dan pada saat dewasa nanti, mungkin akan terjadi gangguan dalam melakukan hubungan seksual.

KLASIFIKASI HIPOSPADIA

1. Tipe hipospadia yang lubang uretranya didepan atau di anterior
Hipospadia Glandular

HipospadiaSubcoronal




2. Tipe hipospadia yang lubang uretranya berada di tengah
Hipospadia Mediopenean
 

Hipospadia Peneescrotal

3. Tipe hipospadia yang lubang uretranya berada di belakang atau posterior
Hipospadia Perineal





KOMPLIKASI
  • Komplikasi awal yang terjadi adalah perdarahan, infeksi, jahitan yang terlepas, nekrosis flap, dan edema.
  • Komplikasi lanjut :
    1. Stenosis sementara karena edema atau hipertropi scar pada tempat anastomosis.
    2. Kebocoran traktus urinaria karena penyembuhan yang lama.
    3. Fistula uretrocutaneus
    4. Striktur uretra
    5. Adanya rambut dalam uretra


PENATALAKSANAAN
Untuk saat ini penanganan hipospadia adalah dengan cara operasi. Operasi ini bertujuan untuk merekonstruksi penis agar lurus dengan orifisium uretra pada tempat yang normal atau diusahakan untuk senormal mungkin. Operasi sebaiknya dilaksanakan pada saat usia anak yaitu enam bulan sampai usia prasekolah. Hal ini dimaksudkan bahwa pada usia ini anak diharapkan belum sadar bahwa ia begitu “spesial”, dan berbeda dengan teman yang lain yaitu anak yang lain biasanya miksi dengan berdiri sedangkan ia sendiri harus melakukannya dengan jongkok aga urin tidak “mbleber” ke mana-mana. Anak yang menderita hipospadia hendaknya jangan dulu dikhitan, hal ini berkaitan dengan tindakan operasi rekonstruksi yang akan mengambil kulit preputium penis untuk menutup lubang dari sulcus uretra yang tidak menyatu pada penderita hipospadia.

Tahapan operasi rekonstruksi antara lain :
1.      Meluruskan penis yaitu orifisium dan canalis uretra senormal mungkin. Hal ini dikarenakan pada penderita hipospadia biasanya terdapat suatu chorda yang merupakan jaringan fibrosa yang mengakibatkan penis penderita bengkok.
Langkah selanjutnya adalah mobilisasi (memotong dan memindahkan) kulit preputium penis untuk menutup sulcus uretra.
2.      Uretroplasty, Tahap kedua ini dilaksanakan apabila tidak terbentuk fossa naficularis pada glans penis. Uretroplasty yaitu membuat fassa naficularis baru pada glans penis yang nantinya akan dihubungkan dengan canalis uretra yang telah terbentuk sebelumnya melalui tahap pertama.

Tidak kalah pentingnya pada penanganan penderita hipospadia adalah penanganan pascabedah dimana canalis uretra belum maksimal dapat digunakan untuk lewat urin karena biasanya dokter akan memasang sonde untuk memfiksasi canalis uretra yang dibentuknya. Urin untuk sementara dikeluaskan melalui sonde yang dimasukkan pada vesica urinaria (kandung kemih) melalui lubang lain yang dibuat olleh dokter bedah sekitar daerah di bawah umbilicus (pusar) untuk mencapai kandung kemih.
           



















HERNIA DIAFRAGMATIKA
PENGERTIAN
Hernia Diafragmatika adalah penonjolan organ perut kedalam rongga dada melalaui suatu lubang pada diafragma. Diafragma adalah sekat yang membatasi rongga dada dengan rongga perut. Secara anatomi serat otot yang terletak lebih medial dan lateral diafragma posterior yang berasal dari arkus lumboskral dan vertebrocostal triagone adalah tempat yang paling lemah dan mudah terjadi rupture. Menurut lokasinya hernia diafragma traumatika 69 % pada sisi kiri, 24 % pada sisi kanan, dan 15 % terjadi bilateral. hal ini terjadi karena adanya hepar di sisi sebelah kanan yang berperan sebagai proteksi dan memperkuat struktur hemidiafragma sisi sebelah kanan.
Gambar Hernia diagframatik
ETIOLOGI
Pemisahan perkembangan rongga dada dan perut disempurnakan dengan menutupnya kanalis pleuroperitoneum posterolateral selamam kehamilan minggu ke-8. Gagalnya kanalis ini menutup merupakan mekanisme yang diterima pada terjadinya hernia diafragmatika posterolateral kongenital. Ini mungkin merupakan mekanisme pada pemderita dengan defek diafragmatika yang kecil.
Salah satu penyebab terjadinya hernia diafragma adalah trauma pada abdomen, baik trauma penetrasi maupun trauma tumpul abdomen., baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Mekanisme dari cedera dapat berupa cedera penetrasi langsung pada diafragma atau yang paling sering akibat trauma tumpul abdomen. Pada trauma tumpul abdomen, penyebab paling seering adalah akibat kecelakaan sepeda motor. Hal ini menyebabkan terjadi penigkatan tekanan intraabdominal yang dilanjutkan dengan adanya rupture pada otot-otot diafragma. Pada trauma penetrasi paling sering disebabkan oleh luka tembak senjata api dan luka tusuk senjata tajam. Sekitar 0,8-1,6 % dengan trauma tumpul pada abdomen mengalami rupture pada diafragma
GEJALA KLINIS
Gejala klinis berupa :
  1. Gangguan pernafasan yang berat.
  2.  Sianosis (warna kulit kebiruan akibat kekurangan oksigen).
  3. Takipneu (laju pernafasan yang cepat).
  4.  Bentuk dinding dada kiri dan kanan tidak sama (asimetris).
  5.  Takikardia (denyut jantung yang cepat).
Lambung, usus dan bahkan hati dan limpa menonjol melalui hernia. Jika hernianya besar, biasanya paru-paru pada sisi hernia tidak berkembang secara sempurna. Setelah lahir, bayi akan menangis dan bernafas sehingga usus segera terisi oleh udara. Terbentuk massa yang mendorong jantung sehingga menekan paru-paru dan terjadilah sindroma gawat pernafasan.
PEMERIKSAAN FISIK
  • Gerakan dada pada saat bernapas tidak simetris
  • Tidak terdengar suara pernapasan pada sisi hernia
  • Bising usus terdengar di dada
  • Perut teraba kosong
  • Rontgen dada menunjukkan adanya rongga perut di dada
PATOLOGI
Perubahan patologi pada bayi dengan HD kongenital tidak terbatas pada diafragma. Defek diafragma mungkin kecil dan seperti celah atau meliputi seluruh hemidiafragma. Kedua paru kecil dibanding dengan umur dan berat badan kontrol, dengan paru di sisi defek lebih berat terkena. Ada penurunan jumlah alveoli dan pembentukan bronkus. Bentuk vaskularisasi paru tidak normal, dengan penurunan volume dan kenaikan yang nyata massa otot pada arteriol.
Gambar Hernia Diafragmatik
MANIFESTASI KLINIS
Sebagian besar bayi dengan HKD mengalami disstres respirasi berat dalam usia beberapa jam pertama. Sekelompok kecil akan muncul sesudah masa neonatus. Penderita dengan manifestasi terlambat dapat mengalami muntah sebagai akibat obstruksi usus atau gejala respirasi ringan. Hernia diafragmatika yang tidaka dikenali merupakan penyebab kematian mendadak pada bayi dan anak prasekolah.
DIAGNOSIS
Diagnosis prenatal dengan ultrasonografi adalah lazim. Evaluasi dengan seksama untuk anomali lain harus memasukkan ekokardiografi dan amniosintesis. Setelah lahir kebanyakan bayi dengan hernia diafragmatika akan mengalami kolaps respirasi yang berat dalam 24 jam pertama. Tidak adanya suara dan bergesernya tempat suara jantung sering ada pada HKD dan pneumothoraks akan disertai dengan perut skapoid pada bayi dengan HKD.
PENATALAKSANAN
Pemilihan penatalaksaan bedasarkan lama waktu yang dibutuhkan dalam mendiagnosis hernia diafragma Pada keadaan akut terapi repair diafragma trasabdominal meupakan pilihan karena tingginya insiden trauma yang berhubungan dengan abdomen. Pada fase latent repair transthorakal menjadi pilihan karena sudah terjadi perlengketan organ intra thorakal.
PENGOBATAN
Tersedianya extracorporeal membrane oxygenation (ECMO), penggunaan stabilisasi bedah. Resusitasi awal harus disertai dengan masa upaya stabilisasi paralisis (pankuronium mg/kg), hiperventilasi sedang (tekanan parsial CO2 25-30 mmHg) dan sedasi narkotik (fentanil 2-4 mg/kg).
Resusitasi volume, dopamin, dan bikarbonat (untuk mempertahankan PH 7,50) bisa juga menolong. Jika bayi sudah stabil dan menunjukkan tekanan vaskuler pulmonal stabil tanpa shunt dari kanan ke kiri yang berarti menetap, kebanyakan bayi akan membutuhkan dukungan ECMO. Obat vasoaktif (tolazolin, prostaglandin, dopamin) bisa memberikan perbaikan sementara tetapi tidak memuaskan seperti terapi definitif untuk hipertensi pulmonal yang disertai hernia diafragmatika. Pemberian surfaktan juga terbukti memberikan perbaikan sementara dalam oksigenasi pada beberapa bayi dengan HKD.
Lamanya ECMO untuk neonatus dengan hernia diafragmatika jauh lebih lama daripada pada mereka yang dengan sirkulasi janin menetap atau respirasi mekonium dan bisa berakhir 2-4 minggu. Jika penderita tidak bisa dihentikan dari ECMO setelah perbaikan, pilihannya adalah menghentikan dukungan atau terapi percobaan seperti nitrit oksida atau transplantasi satu paru. Ventilasi semprotan frekuensi tinggi dan ventilasi osilatori mempunyai keberhasilan terbatas pada neonatus dengan HKD.
Pendekatan dengan bedah perut lebih baik karena jika perlu malrotasi yang menyertai dapat diarahkan dan dinding perut dapat dibiarkan terbuka dengan kulit hanya ditutup atau kantong silastik dipasang jika tekanan perut diperkirakan berlebihan.
PROGNOSIS
Penelitian bayi dengan HKD yang diketahui dalam uterus (27-55%) melaporkan ketahanan hidup lebih rendah daripada pada laporan yang terbatas pada laporan kelahiran hidup (42-66%).
Faktor-faktor yang terkait dengan prognosis yang jelek adalah:
  • Anomali besar yang menyertai
  • Gejala-gejala sebelum umur 24 jam
  • Disstres cukup berat yang membutuhkan ECMO
  • Persalinan pada senter nontertiari
Pada penelitian fungsi paru neonatus, neonatus dengan HKD yang membutuhkan ECMO menunjukkan penurunan kelenturan, kelenturan dinamik, dan volume tidal secara bermakna pabila dibandingkan dengan mereka yang tidak membutuhkan ECMO. Setelah perbaikan, bayi dengan HKD juga terbukti mempunyai saluran pernafasan reaktif. Sekarang terlihat bahwa HKD yang bertahan hidup sudah terbukti mempunyai penyakit paru restriktif dan reaktifitas saluran napas, yang terkait dengan beratnya kegagalan pernapasan awal.
Kelainan neurologis telah diketahui pada HKD yang bertahan hidup yang membutuhkan ECMO, kelainanya adalah keterlambatan perkembangan, kelainan pendengaran, atau penglihatan, kejamg-kejang, dan kelainan sken CT serta pertumbuhan dan nutrisi terganggu. Hampir semua penderita ECMO yang bertahan hidup menunjukkan bukti klinis adanya refluks gastroesofagus, dan 25% atau lebih membutuhkan fundoplikasi. Masalah jangka panjang lain terjadi adalah pektus ekskavatum, skoliasis, hipertensi pulmonal menetap dan herniasi berulang.
Perbaikan HKD yang bertahan hidup, terutama yang membutuhkan dukungan ECMO mempunyai berbagai kelainan jangka panjang yang tampak membaik dengan bertambahnya waktu tapi membutuhkan pemantauan yang tepat dan dukungan multidispliner.



















DAFTAR PUSTAKA

  • Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, Jakarta, 1995: 428-435
  • Sjamsuhidajat R., Hopospadia, Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC, Jakarta: 1997: 1010
  • www.google.com

























PENUTUP
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan – kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.



0 komentar:

Posting Komentar